Cari Blog Ini

Minggu, 22 Agustus 2010

KEBIJAKAN DESENTRALISASI Di INDONESIA

KEBIJAKAN DESENTRALISASI Di INDONESIA


Desentralisasi ataupun kita sebut dengan otonomi daerah mencuat setelah reformasi pada tahun 1998. akan tetapi sebenarnya pada undang-undang dasar 1945 telah ada landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah, sejak itu pengaturan tentang undang-undang pemerintah daerah dalam perundang-undangan sebagai penjabaran pasal 18, mulai ramai diperdebatkan. Ia menjadi prioritas diantara penyusunan berbagai undang-undang sebagai pelaksana undang-undang dasar 1945. hal ini tampak dari kehadiran undang undang dasar yang bernomor 1 tahun 1945 yang mengatur tentang otonomi daerah.
Otonomi daerah secara umum diketahui dengan kewenangan daerah yang lebih besar dari pada pusat., akan tetapi dalam kaitan hukum dan politik, otonomi daerah adalah berarti self government atau the condition of living under one’s own laws. Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency yang bersifat self government yang diatur dan diurusi oleh own laws. Karena itu otonomi daerah lebih menitik beratkan pada aspirasi dari pada kondisi. Otonomi daerah juga mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengrus urusan rumah tangganya sendiri. Kemandirian bukan berarti kesendirian, bukan juga sendiri-sendiri karena negara Republik Indonesia tetap Bhineka Tunggal Ika, akan tetapi memecahkan masalah-masalah daerahnya sendiri dan tidak selalau menggantungkan terhadap pemerintah pusat. Kemudian menurut Ryas rasyid, kemampuan pemerintahan antara lain terbentuk melalui penerapan azas desentralisasi, yaitu dengan adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya secara hierarkis. Melalui pelimpahan wewenang itulah pemerintah pada tingkat bawah diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreativitas, mencari solusi terbaik atas setiap masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Selain itu, desentralisasi dapat juga dipahami sebagai wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen pemerintahan dari pemerintah pusat kepada sub-sub unit di daerah administrasi atau kepada kelompok-kelompok fungsional atau organisasi non pemerintah.
Kemudian otonomi daerah menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004, tentang pemerintah daerah, adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada hakekatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri, bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah: penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri, pembiayaan sendiri, dan pertanggung jawaban sendiri.
Bagi Indonesia, bentuk negara yang telah disepakati adalah negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Itu telah disebutkan di dalam mukadimah undang-undang dasar 1945 pada alinea ke empat yang berbunyi “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” dari pernyataan tersebut telah disebutkan bahwa pemerintah Indonesia pertama dibentuk merupakan dari pusat dan kemudian baru dibentuk pemerintah daerah. Hal ini telah disepakati bahwa negara kesatuan republik Indonesia, dan dalam rangka pembagian kekuasaan (secara vertical) dibentuk daerah secara yang bersifat otonom dengan bentuk susunan pemerintahanya yang diatur kemudian dalam undang-undang. Dengan demikian terdapat pemerintah pusat disatu sisi, pemerintah daerah disisi lain yang hubungan keduanya dalam sistem negara kesatuan. Pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasiona,. maksud menyeleggarakan pemerintahan nasional disini adalah mengurusi kewenanag yang bersifat nasional, di Indonesia ada 6 urusan yang harus dijalankan oleh pemerintah pusat dan tidak boleh diselenggarakan oleh pemerintah daerah yaitu:
1. Pertahanan
2. Keamanan
3. Moneter dan Fiskal Nasional
4. Yustisi
5. Politik luar negeri
6. Agama
Selain keenam urusan tersebut dapat di desentralisasikan ke daerah dalam urusan konkuren. Urusan konkuren pada giliranya memerlukan pembagianya antar tingkatan pemerintahan Yaitu: ekternalitas, akuntabilitas, efesiensi.
Aksternalitas dan akuntabilitas di berbagai negara sering dikenal dengan istilah “subsidiaritis”. Subsidiarity principle adalah prinsip yang sering dianut diberbagai negara di dunia sebagai dasar dalam menentukan urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah. Makin maju kondisi sosial ekonomi suatu bangsa makin besar diskresi mereka dalam menjalankan otonominya, karena civil society yang terbentuk akan mampu menghasilkan preasure kepada pemda untuk efektif, efesien dan akuntabel dalam menjalankan otonominya.
Kemudian urusan pemerintah daerah menyelenggarakan urusan yang bersifat daerah atau bisa atau lokal, urusan-urusan pemerintah daerah yag didesentralisasikan adalah:

1. Urusan Wajib
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Lingkungan Hidup
d. Pekerjaan Umum
e. Penataan Ruang
f. Perencanaan Pembangunan
g. Perumahan
h. Kepemudaan dan Olah Raga
i. Penanaman Modal/Investasi
j. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
k. Kependudukan dan Catatan Sipil
l. Ketenaga Kerjaan
m. Ketahanan pangan
n. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
o. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
p. Perhubungan
q. Komunikasi dan Informatika
r. Pertanahan
s. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
t. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, dan Kepegawaian Daerah
u. Pemberdayaan Masyarakat Desa
v. Social, Kebudayaan
w. Statistic
x. Kearsipan dan Perpustakaan
2. Urusan Pilihan
a. Kelautan dan Perikanan
b. Pertanian
c. Kehutanan
d. Energi dan Sumber Daya Mineral
e. Pariwisata
f. Industri
g. Perdagangan dan Ketransmigrasian
Secara teoritik ada beberapa alasan kenapa pemerintah melaksanakan desentralisasi kekuasaan kepada pemerintah daerah menurut Joseph Riwu Kaho yaitu:
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan (game theory), desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada suatu pihak saja yang kemudian akan menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, pelaksanaan desentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, untuk mencapai suatu pemerintahan yang efesien.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi dilaksanakan agar sepenuhmya ditumpukan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan ekonomi , desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.
Menurut pakar-pakar desentralisasi seperti Rondinelli, Roy Ball, Cheeme dan Sabir, dan yang lainya dalam berbagai studi yang mereka lakukan, menyimpulkan bahwa melalui desentralisasi tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Efesiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas pemerintahan.
a. Efisiensi
Melalaui pendelegasian wewenang dan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan , pemerintah tidak mesti selalu terlibat langsung sebagaimana di dalam tugas-tugas yang sentralistik. Penghematan pembiayaan akan dapat dilakukan bilamana pemerintah pusat tidak mesti selau melaksanakan tugas di daerah. Akan tetapi efesiensi pelaksanaan tugas pemerintahan ini pun hanya akan tercapai apabila telah diperoleh konsep-konsep strategis, baik itu di pusat maupun di daerah terutama yang menyangkut hal-hal yang tidak terlalu dominan kepentingannya dalam pemerintahan dan pembangunan.
b. Efektivitas
Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat-aparat didaerah akan lebih cepat mengetahui situasi masalah, serta mencarikan jawaban bagi pemecahannya. Hal ini tentu terus dibarengi dengan penerapan manajemen partisipasi, yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan masalah.
2. Memungkinkan melakukan inovasi
Dengan memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengurusi rimah tangganya sendiri,secara tidak langsung akan mendorong mereka untuk menggali potensi-potensi baru yang dapat mendukungpelaksanaan urusan pemerintahan dan pembangunan sehari-hari terutama dari sisi ekonomis serta penciptaan metode pelayanan yang dapat memuaskan masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang dilkukan oleh pemerintah daerah
3. Meningkatkan Motivasi Moral, Komitmen, dan Produktivitas
Melalui desentralisasi, aparat pemerintah daerah diharapkan akan meningkatkan kesadaran moral untuk memelihara, kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat, yang kemudian akan timbul suatu komitmen dalam diri mereka bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah dipercayakan kepada mereka, serta bagaimana menunjukkan hasil hasil-hasil pelaksanaan urusan melalui tingkat produktivitas yang mereka miliki.
Rondinelli membagi desentralisasi menjadi empat kategori yaitu
1. Dekonsentrasi, yaitu penyerahan tugas-tugas dan fungsi-fungsi dalam administrasi pemerintah pusat kepada unit-unit daerah
2. Delegasi, yaitu penyerahan tugas fungsi-fungsi kepada sub nasional atau organisasi fungsional diluar birokrasi pemerintah pusat
3. Devolusi, yaitu penyerahan tugas dan fungsi kepada tingkat otonomi tertentu dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, dalam perkataan lainmereka mempunyai wewenang untuk membuat keputusan di bidang ini. Dvolusi juga memiliki konotasi bahwa kekuasaanadalah berasal dari alam pemilihan yang bertentangan dengan birokrasi
4. Penyerahan Kepada Organisasi Non Pemerintah, Yaitu privatisasi fungsi-fungsi publik.

DAFTAR PUSTAKA


Agustin. Teras. Narang, Otonomi Daerah Dalam Bingkai NKRI. Disampaikan Dalam Seminar Ulang Tahun KAGAMA, Kajian tentang Otonomi Daerah Fondasi Kesatuan dan Kemajuan Indonesia 20 Desember 2008.
Cornelus Lay, Desentralisasi Asimetris Bagi Indonesia, Disampaikan Dalam Seminar Ulang Tahun KAGAMA, Kajian tentang Otonomi Daerah Fondasi Kesatuan dan Kemajuan Indonesia 20 Desember 2008
Malang, 2001.
Malaranggeng. Andi. Dkk, Otonomi Daerah perspektif teoritis dan praktis, Fisip UMM
Sodjuangon. Situmorang, Kedudukan Pemerintah Pusat dalam Tata Pemerintahan Berbasis Ekonomi, Disampaikan Dalam Seminar Ulang Tahun KAGAMA, Kajian tentang Otonomi Daerah Fondasi Kesatuan dan Kemajuan Indonesia 20 Desember 2008.
Sutrisno, Menyatukan dan Memajukan Indonesia Melalui Otonim Daerah, Disampaikan Dalam Seminar Ulang Tahun KAGAMA, Kajian tentang Otonomi Daerah Fondasi Kesatuan dan Kemajuan Indonesia 20 Desember 2008.
Widjaya. H.A.W, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Yudoyono. Bambang, Otonomi Daerah Desentralisasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Pemda Dan anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001

BIROKRASi DAN UNDANG_UNDANG

A. Pendahuluan
Birokrasi yang merupakan organisasi pemerintah selama ini mendapatkan image yang kurang baik, rendahnya kemampuan birokrasi merespon krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik.ditambah dengan adanya praktik-praktik KKN, dan orientasi kekuasaan yang amat kuat, sehingga para pejabat birokrasi lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada pelayan masyarakat.berbagai fenomena di atas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi pemerintah dan birokrasi di mata publik. Ini semua terjadi karena pemerintah dan birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi dalam kehidupan birokrasi telah menjadi semakin jauh dari masyarakatnya. Orientasi kekuasaan membuat birokrasinya menjadi semakin tidak responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam kehidupan politik dan ekonomi selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis ekonomi dan politik yang terjadi dan politik yang terjadi. Birokrasi dilihat dari bahasa adalah: berasal dari kata “Bureau” yang berarti meja tulis yang menunjukan tempat para pekerja, dan ditambah dengan kata “cracy” yang berarti mengatur. Kemudian ada dari istilah birokrasi menurut Max Webber adalah. Dengan melihat ciri-ciri pokok pada struktur birokrasi bahwa birokrasi adalah sistem administrasi yang rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara tertentu, didasarkan atas aturan yang tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnyaJadi yang dimaksud dengan birokrasi adalah: sebagai suatu sistem organisasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan, serta admisnistrasi pemerintah untuk memberi pelayanan kepada publik
Di akhir kekuasaan Orde Baru, birokrasi pernah dikritik habis-habisan oleh kalangan gerakan proreformasi. Birokrasi dianggap sebagai salah satu penyakit yang menghambat akselerasi kesejahteraan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan yang sehat.Ungkapan klasik dan kritis seperti: misalnya kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah, berkembang seiring dengan penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyarakat. Ungkapan itu menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi menyuburkan praktik percaloan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi inilah yang sebetulnya memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan seperti ini perlu segera direformasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja pelayanan publik yang berkualitas
Di indonesia dan negara-negara berkembang birokrasi masih dipandang sebagai sebuah sistem pemerintah yang cenderung bersifat sebagai seorang tuan dalam menjalankan kebijakan maupun pelayanan. Hal ini disebabkan karena adanya monopoli pelayanan dan kebijakan tanpa ada kompetisi yang jelas. Kewenangan monopolis yang selama ini dimiliki oleh pemerintah maupun birokrasi dalam menjalankan kebijakan telah mengakibatkan kinerja kebijakan menjadi buruk karena kebijakan dijalankan dengan “semaunya” sesuai dengan kepentingan pejabat tertentu.
Hal seperti diatas mengakibatkan krisis kepercayaan dari masyrakat kepada birokrasi pemerintah birokrasi lebih sebagai penguasa dari pada pelayan masyarakat dan hgal in tercermin dalam proses kebijakan publik lebih cenderung kepada kepentingan penguasa dari pada kepentingan publik ada banyak penjelasan kenapa pemerintah gagal dalam menjlankan kenerja kebijakan dan pelayanan publik yaitu dengan menggunakan metafora biologi, yaitu ada liuma DNA, kode genetika,dalam tubuh birokrasi dan pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam penyelenggaraan kebijakan akan sangat ditentukan oleh kelima DNA yang dikelola, yaitu misi, akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan, dan budaya. Kelilam hal tersebut akan mempengaruhi satu sama yang lainya dalam memebentuk birokrasi yang menjalankan kebijakan

B. Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah menurut UU No 32 tahun 2004
Ide penataan ulang pemerintahan ini sejalan dengan pemikiran dan perkembangan administrasi negara yang berusaha melakukan reinventing government pada awal tahun 1990-an. Salah satu ide pokok dari perubahan administrasi Negara tersebut adalah pentingnya public service sebagai orientasi dari birokrasi pemerintahan. Perubahan mendasar dalam struktur birokrasi berlangsung sangat cepat. Semenjak reformasi, pemerintah pusat telah merekonstruksi struktur birokrasi pemerintah daerah dua kali. Masing-masing melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004.
Penataan birokrasi pemerintah daerah, secara normatif merupakan bagian dari rekayasa sosial (social re-engineering) guna mengatasi krisis multidimensi yang melanda Indonesia. Dalam skala kecil, hal ini dilakukan untuk kepentingan memulihkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dalam skala makro untuk menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang sehat dan kondusif, sehingga tingkat kepuasaan masyarakat (customer satisfaction) meningkat dan iklim investasi menyehat. Untuk mewujudkan tujuan itu, perlu ada penataan birokrasi pemda dalam rangka membangun kinerja pemerintahan yang efektif dan profesional. Setidaknya, stigma masyarakat mengenai buruk dan berbelit-belitnya birokrasi pemda dapat dikurangi. Agar birokrasi pemda semakin peka, maka dirasa perlu untuk melakukan reformasi manajemen sektor publik. Kepemimpinan tegas Otonomi daerah (otda) jelas tidak serta-merta
menyelesaikan sejumlah persoalan saat ini. Pelaksanaan otda perlu diimbangi penataan manajemen sektor public (public management reform), struktur kelembagaan (institutional reform), serta budaya kerja aparatur. Pentingnya melakukan penataan birokrasi ini sesuai tuntutan dan perkembangan zaman, serta pengembangan manajemen yang mengarah pada pasar (market based public administration). Pengembangan model ini diharapkan dapat membangun budaya manajemen sektor publik yang ramah pasar serta berorientasi kinerja. Perubahan ini membawa konsekuensi terhadap adanya perubahan dan pendekatan penggunaan anggaran yang tidak lagi menggunakan penganggaran tradisional, melainkan berbasis kinerja. Kesemuanya itu menuntut langkah efisiensi dan pemangkasan biaya serta kompetisi tender. Jika demikian, manajemen sektor publik perlu melakukan perubahan menuju profesionalisme birokrasi dan lebih menekankan langkah-langkah efesiensi dan profesionalisme birokrasinya melalui penataan pegawai, meninjau kembali model pendidikan dan latihan pegawai, memperbaiki reward and punishment system, perbaikan kesejahteraan pegawai serta mengubah kultur birokrasi. Pemerintah juga perlu berpikir ulang untuk menentukan model pengelolaan pemerintahan yang demokratis yang memberi ruang bagi partisipasi publik. Hemat kata, garis depan kinerja birokrasi adalah pentingnya peningkatan kualitas pelayanan publik. Kata kunci dari hal-hal tadi, penataan birokrasi pemerintahan daerah membutuhkan kepemimpinan daerah yang tegas. Ketegasan ini bukan hanya dalam pengertian pemikiran, melainkan sikap serta pendisiplinan budaya kerja, sehingga benar-benar mampu memberi warna baru, semangat baru, dan arah baru dari pemda. Indonesia kini sudah tidak kekurangan calon pemimpin, baik pemimpin daerah maupun pimpinan pusat. Hal yang masih terasa miskin dimiliki bangsa kita yaitu hadirnya kepemimpinan yang tegas dalam mengawal perubahan reformasi pemerintahan menuju pemerintahan Indonesia yang bersih dan berwibawa. Dalam konteks inilah, menata birokrasi masa depan tanpa kepemimpinan yang kuat dan tegas hanya menyebabkan bias dan kaburnya arah reformasi pemerintahan daerah di Indonesia.
Untuk merubah pelayanan birokrasi atau reformasi birokrasi pemerintah mengeluarkan undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah tentang kepegawaian yang terletak pada pasal 129 sampai 135 yang berbunyi:
Pasal 129
1. Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.
2. Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah.
Pasal 130
1. Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur.
2. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur.
Pasal 131
1. Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
2. Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
3. Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 132
1. Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/ kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur.
Pasal 133
1. Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi.
Pasal 134
1. Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum.
2. Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun.
3. Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
4. Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
Pasal 135
1. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
2. Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-undang no 32 tahun 2004 pasal 129-129 merupakan undang-undang yang mengatur pegawai maupun birokrasi terhadap otonomi daerah, dimana daerah mempunyai wewenag untuk mengatur pegawainya, baik itu dari rekruitmen, pemindahan maupun gaji di tanggung oleh APBD dan sebagainya. Undang-undang 32 mengatur bagaimana system kepegawaian tersebut dijalankan, berbeda dengan pola sentralistik, kepegawaian diatur oleh pemerintah pusat tanpa ada wewenag dari daerah, hal ini mengakibatkan salah penempatan karena pemerintah pusat tidak menegrti kondisis yang ada di daerah
Undang undang No 32 tahun 2004 diharapkan mampu mengatasi solusi reformasi birokrasi saat ini. Banyak daerah sudah sukses menerapkan otonomi birokrasi, dari dahulu yang berbelit-belit sampai kepada yang lebih mudah dan lancer, agar birokrasi bukan merupakan penghalang pembagunan tetapi sebagai alat untuk memeprcepat pembangunan. Hal ini telah diterapkan diberbagai daerah di Indonesia seperti di Gorontalo, Sragen, Jembrana. Yang kemudian diharapkan diseluruh Indonesia.

C. Penutup
Kerinduan masyarakat tentang pelayanan birokrasi yang lebih baik terus diimpikan oleh masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu untuk meningkatkan pelayanan yang baik perlu adanya reformasi, Indonesia telah mengalami reformasi baik itu reformasi politik ekonomi sosial dan sebagainya, tetapi belum ada reformasi yang menyeluruh birokrasi di Indonesia. Dengan terbitnya undangundang no 32 tahun 2004 sebenarnya sudah jelas penataan birokrasi dari yang sentralustik kepada desentralistik, Berbagai perangkat perundang-undangan yang tertuang dalam pasal 129sampai 135 uu no 32 dan perangkat teknis lain yang menunjang merupakan sebuah instrument bukan merupakan jalan menuju kesejahteraan, akan tetapi kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terletak dari sebuah kesadaran demokrasi yang hakiki.

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Dalam Negeri 2004., Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah. Jakarta. Panca Usaha.
Dwiyanto, Agus. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta Gadjah Mada University
Karim, M., Rusli,. 2004 Birokrasi. Yogyakarta. Tiara wacana
Nasukha, Chaizi. 2004 Reformasi Birokrasi Publik Teori dan Praktek. Jakarta. Gramedia Widiasarana Indonesia
Sinambila, P., Lijan. 2008 Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta. Bumi Aksara

Harga Diri Bangsa Saat Ini

Harga Diri Bangsa Saat Ini
Indonesia merupakan sebuah negara besar dengan luas 1.919.400 km persegi. Indonesia menjadi negara urutan 12 terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki jumlah penduduk kurang lebih 230 juta jiwa yang merupakan negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia, selain itu juga Indonesia memiliki hampi semua sumber daya alam yang ada di dunia ini, serta hasil laut yang melimpah. Itulah kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, akan tetapi hal tersebuat seakan tidak akan merasa bangga ketika melihat bangsa Indonesia menjadi kecil. Kecil dalam artian masih di pandang sebelah mata oleh Negara lain. Bangsa kita tidak pernah di hargai oleh negara lain, kekayaan kita banyak dicuri oleh Negara lain baik itu ikan, hasil hutan maupun yang lainya. Bukan hal itu saja yang diambil oleh negara lain, tetapi harga diri kita sebagai bangsa juga telah diambil oleh negara lain.
Beberapa waktu lalu kembali negara sebelah Malaysia melakukan pelecehan terhadap Negara kita yaitu dengan menangkap petugas DKP yang sedang menangkap nelayan yang mencuri di perairan Indonesia. Sebagai bangsa yang besar kita tentu merasa terinjak-injak harga dirinya. Bukan satu ataupun 2 kali negara lain melecehkan Indonesia, mulai dari masalah Ambalat, pencurian pasir, TKI, penangkapan nelayan Indonesia di wilayah kita oleh polisi asing. lebih ironi lagi seakan kita tak punya nyali dalam menghadapi itu semua.
Pemerintah yang seharusnya mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengurusi masalah ini terkesan lemah dan bersifat “legowo terus” dalam menghadapi pelecehen terhadap bangsa kita. Pemerintah bagaikan sebuah raksasa yang tidak punya nyali sedikitpun menghadapi musuh walaupun musuh lebih kecil. walaupun pemerintah telah melakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan diplomasi, akan tetapi tidak pernah efektif dan belum dan tidak membuat jera Negara lain. sudah belasan kali Negara lain mengancam kedaulatan negara indonesia ironisnya diplomasi malah mengakibatkan negara menjadi lemah dan selalu dalam posisi yang kalah.
Oleh karena itu seharusnya pemerintah harus bersikap tegas, mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki untuk menaikkan harga diri bangsa yang sudah sangat memprihatinkan. Pemerintah jangan takut pada Malaysia, singapura, ameriaka maupun Australia, karena apabila pemerintah tegas mengahadapi pelecehan negara lain maka seluruh rakyat Indonesia akan sepenuhnya mendukung. rakyat sudah semakin geregetan menghadapi ulah Malaysia yang berkali-kali “menjajal”kedaulatan kita.

BIROKRASI DAN MANAJEMEN JARINGAN

BIROKRASI DAN MANAJEMEN JARINGAN

A. Pendahuluan
Birokrasi yang merupakan organisasi pemerintah selama ini mendapatkan image yang kurang baik, rendahnya kemampuan birokrasi merespon krisis ekonomi memperparah krisis kepercayaan terhadap birokrasi publik.ditambah dengan adanya praktik-praktik KKN, dan orientasi kekuasaan yang amat kuat, sehingga para pejabat birokrasi lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari pada pelayan masyarakat.berbagai fenomena di atas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi pemerintah dan birokrasi di mata publik. Ini semua terjadi karena pemerintah dan birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi dalam kehidupan birokrasi telah menjadi semakin jauh dari masyarakatnya. Orientasi kekuasaan membuat birokrasinya menjadi semakin tidak responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam kehidupan politik dan ekonomi selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis ekonomi dan politik yang terjadi dan politik yang terjadi.
Melihat pelayanan birokrasi yang buruk selama ini perlu adanya reformasi birokrasi. Dan reformasi birokrasi yang utama adalah reformasi manajemen. Di makalah ini akan dibahas tentang malah birokrasi dan manajemen jaringan atau networking. Sebelum mengetahui tentang birokrasi dan manajemen jaringan terlebih dahulu mengetahui pengertian masing-masing.

B. Pengertian
1. Birokrasi
Birokasi identik dengan organisasi publik dan pemerintah, pada petemuan sebelumnya pengertian birokrasi telah dijelaskan. Dan disini hanya sedikit menambahkan atau mengingat kembali apa itu birokrasi. Birokrasi dilihat dari bahasa adalah: berasal dari kata “Bureau” yang berarti meja tulis yang menunjukan tempat para pekerja, dan ditambah dengan kata “cracy” yang berarti mengatur. Menurut Max Webber Dengan melihat ciri-ciri pokok pada struktur birokrasi bahwa birokrasi adalah sistem administrasi yang rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara tertentu, didasarkan atas aturan yang tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten dibidangnya. Dan kemudian menurut Pfitner dan Presthus mendefinisikan birokrasi adalah sebagai suatu sistem kewenangan, kepegawaian, jabatan, dan metode yang dipergunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan program-programnya.
Birokrasi disini diartikan sebagai suatu sistem organisasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan, admisnistrasi pemerintah untuk memberi pelayanan kepada publik.
2. Manajemen jaringan
Sebelum masuk kedalam apa itu manajemen jaringan telebih dahulu kita menjelaskan manajemen beserta fungsi-fungsinya. Ada beberapa pengertian tentang manajemen, menurut Mary Parker Follet dalam bukunya Creative Eksperience yaitu manajemen adalah sebagai suatu proses pencapaian hasil melelui orang lain. Kemudian menurut Dr. R. Markarita manajemen adalah pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia atau berpotensi sebagai pencapaian tujuan.
Setelah melihat dari berbagai definisi diatas manajemen adalah sebagai suatu proses/ kegiatan/ usaha pencapaian tujuan tertentu melalui kerja sama orang lain, dimana dapat dimanfaatkan atau digunakan sebagai sumber-sumber atau sarana yang ada. Kemudian di dalam manajemen tidak terlepas adanya fungsi-fungsi manajemen. Menurut Donovan dan Jackson ada beberapa fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, stafing, leading dan controling.
Jaringan disini dimaksudkan adalah kerja sama antar birokrasi atau bisa disebut dengan hubungan antar lembaga. Birokrasi dipandang sebagai organisasi publik yang berhasil yang dapat mencapai tujuannya, jika diletakkan dalam suatu jaringan kerja sama dengan organisasi-organisasi lain, seperti forum bisnis, lembaga riset, organisasi sosial, atau antar-organisasi pemerintah. Misalkan saja dalam masalah pembangunan industri pedesaan, birokrasi jelas membutuhkan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang disebut tadi. Kontrol juga terletak pada jaringan kerja sama itu. Dalam kerja sama selalu ada kesepakatan tentang aturan main. Kekuatan dari manajmen jaringan jaringan ini, selain merupakan sinergi, juga dipandang memungkinkan saling pertukaran nilai dan norma dari masing-masing lembaga/organisasi. Pengaruh positif dipandang lebih mungkin daripada terjadinya pengaruh negatif karena sesuatu yang baik kecil peluangnya mendapat tekanan untuk berubah. Dengan kerja sama ini, pengaruh positif yang diperoleh birokrasi, misalnya, tata cara kerja efisien dari dunia bisnis atau prinsip integritas dari lembaga akademis atau prinsip "membagi" dari organisasi masyarakat.

C. Birokrasi dan Manajemen Jaringan
Dewasa ini terdapat kecenderungan baru dimana pemerintah dituntut untuk menekankan network (jaringan) baik vertikal maupun horisontal, network. Yang vertikal menekankan bagaimana hubungan dengan struktur pemerintahan yang lebih tinggi diatur dengan sedemikian rupa sehinnga mendatangkan pada kedua belah pihak, sedangkan yang bersifat horizontal berkenaan dengan hubungan masyarakat, yaitu bagaiman melayani dan bekerja sama dengan masyarakat, LSM, dan pihak-pihak swasta yang ada agar mereka memperoleh kepuasan yang mereka harapkan. Model jaringan ini telah dikembangkan secara lebih intensif oleh S. Goldsmith dan W.D Eggers mengatakan mereka melihat karena adanya hambatan birokrasi saat ini, semakin mempunyai sektor swasta dan non pemerintah, perkembangan teknologi yang pesat dan tuntunan masyarakat yang semakin kompleks, maka pemberian pelayanan publik dan pemecahan masalah publik dapat dilakukan dengan dengan memanfaatkan jaringan yang ada baik secara horisontal maupun secara vertikal. Hal ini tentu akan mendorong fleksibilitas, desentralisasi, dan inovasi melalui pelibatan banyak pihak, sementara pemerintah bisa lebih konsentrasi pada pengembangan misi utamanya.

D. Kesimpulan
Kerinduan masyarakat tentang pelayanan birokrasi yang lebih baik terus diimpikan oleh masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu untuk meningkatkan pelayanan yang baik perlu adanya reformasi, Indonesia telah mengalami reformasi baik itu reformasi politik ekonomi sosial dan sebagainya, tetapi tidak ada reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi dimulai dengan manajemen birokrasi yaitu dengan menyusun manajemen jaringan atau network yati dengan melakukan sepert yang dilakukan oleh S. Goldsmith dan W.D Eggers bahwa birokrasi pemerintah harus menekankan system jaringan vertical dan horisontal vertical menekankan bagaimana hubungan dengan struktur pemerintahan yang lebih tinggi diatur dengan sedemikian rupa sehinnga mendatangkan pada kedua belah pihak, sedangkan yang bersifat horizontal berkenaan dengan hubungan masyarakat, yaitu bagaiman melayani dan bekerja sama dengan masyarakat, LSM, dan pihak pihak swasta yang ada agar mereka memperoleh kepuasan yang mereka harapkan dan impikan.


Daftar Pustaka

Keban, T., Jeremias. 2008. Enam Dimensi Srategis Administrasi Publik Konsep Teori dan Isu. Yogyakarta Gava media
Dwiyanto, Agus. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta Gadjah Mada University Press
Simbolon, Masry, Maringan. 2004 Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta. Ghalia Indonesia
Siswanto, H.,B. 2005. Pengantar Manajemen. Bandung. Bumi Aksara